Labels

Diberdayakan oleh Blogger.
Selamat Datang di Blog Peusangan Online, Kami Menyajikan Berita Aktual dari Situs Terpecaya dan Lengkap..!

Selasa, 22 September 2015

SULTAN KE TANAH GAYO

Ketika Sultan sedang terkepung pada tahun 1900 di daerah Samalanga pemimpin dan panglima-panglima dari Gayo ikut mengawal keselamatan Sultan. Selain itu juga pengawal dari daerah Serbejadi, seperti Nyak Ara dan Panglima Sekoulun. Ketika pasukan marsose pimpinan van Heutz menyerang Benteng Batee Iliek Samalanga, Sultan dapat diselamatkan ke daerah Peudada, kemudian dipindahkan ke daerah Peusangan. Pasukan Belanda terus mengejar di manapun posisi Sultan, tetapi mereka tidak berhasil menyergapnya. Setelah posisi pejuang Aceh semakin terjepit, akhimya Sultan dan pengawal-pengawalnya mengundurkan diri ke dataran tinggi Gayo di daerah Berusah, sekitar 50 km dari Takengon.(snouck horgronge)

Saat tiba di Lut Tawar, Sultan dan rombongannya disambut dengan meriah oleh Kejurun Buket, Linge, Siah Utama, Cik Bebesan, para Pengulu, Pang-Pang dan seluruh masyarakat Gayo. Para Kejurun mempersiapkan penyambutan Sultan dan memberikan pengawalan yang ekstra ketat untuk menghindari sergapan kolonial Belanda. Pada awalnya Sultan menetap di Takengon, tepatnya di pinggiran danau Lut Tawar di hulu Wihni Takengon (Krueng Peusangan).


Pada tahun 1901, Mayor van Daalen yang baru kembali ke Bireuen dari ekspedisi ke dataran tinggi Gayo, namun sebaliknya para pasukan Sultan baru tiba di Lut Tawar. Pada ekspedisi itu, disebutkan van Daalen membakar kampung Kebayakan tempat domisili Raja Bukit pada tanggal 5 Oktober 1901. Kampung Kebayakan dibumihanguskan pasukan marsose yang hanya menyisakan Mesjid dan Mersah (Mushalla) serta beberapa rumah. Namun pihak Belanda tidak mengakui telah melakukan pembumihangsusan, tetapi rakyat Gayo di sana yang menjadi saksi bahwa pasukan van Daalen yang membakar kampung itu untuk melumpuhkan perlawanan rakyat Gayo.

Setelah beberapa hari berada di sekitar Lut Tawar, Sultan beranjak ke Kampung Rawe sekitar 8 Km dari Takengon. Pada saat di Kampung Rawe, datang menghadap raja-raja Gayo kepada Sultan. Di antaranya Raja Porang, Raja Gele, Raja Bukit, Kute Lintang, Rema, Tampeng, Kemala Derna, (Rempelam), Seneran (Gegarang). Mereka mengikrarkan “sumpah setia” kepada Sultan dan mendukung sepenuhnya serta siap sedia menghadapi serangan Belanda.

Selain itu dari Gayo Lues, raja-raja juga mengharapkan kedatangan Sultan ke sana. Peristiwa kedatangan raja-raja Gayo Lues ini terjadi pada Desember 1901. Di pihak Kejurun yang hadir antara lain Aman Ratus dan Aman Bidin. Di Rawe, Sultan dikawal oleh Ulubalang Ranta, Teungku M.Sabil, Raja Kader, Aman Kerkom, dan lain-lain.

Setelah beberapa lama tinggal di Rawe, Sultan pindah ke Kampung Lenang di Isak Linge. Pasukan Belanda akhirnya mengetahui persembunyian Sultan di Kampung Lenang. Pasukan Belanda di bawah Kapten Colinj menyerang posisi Sultan di Kampung Lenang. Pertempuran terjadi, pasukan pengawal Sultan pimpinan Ulubalang Ranta dan Teungku M.Sabil mempertahankan diri. Pasukan pengawal semakin terjepit dan menyebabkan syahidnya Teungku M.Sabil dengan beberapa personil pasukan lainnya.

Sultan mengundurkan diri lagi ke daerah Isak Linge, dan meneruskan pelariannya ke Kampung Lumut, tidak jauh dari Burni Intim-Intim di perbatasan Gayo Lut, Linge dan Gayo Lues. Rencana Sultan mengunjungi Gayo Lues dengan menerobos Burni Intim-Intim tidak terlaksana dan meneruskan perjalanannya ke daerah Pamar dan selanjutnya ke Pidie.

Selama dalam perjalanan Sultan ini, Uleebalang Ranta dan Raja Kader tetap mengikuti rombongan sampai di Keumala, tetapi di daerah Peudue, pedalaman Pidie rombongan Sultan diserang Belanda sehingga Raja Kader syahid. Ulubalang Ranta dapat meloloskan diri dan dapat kembali ke Takengon. Akhirnya Sultan Aceh yang terakhir Tuanku Muhammad Daudsyah ditangkap Belanda di daerah Pidie pada tahun 1903 (raje buket tahun 1900)
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered By Blogger

Logo